Peneliti: Dr. Umdatul Hasanah, M.Ag. & Fahma Islami, M.Si.
Gerakan Dakwah Hijrah Di Banten
Gerakan dakwah hijrah berkembang di wilayah Provinsi Banten sejak tahun 2016 yang ditandai dengan bermunculan perkumpulan/komunitas yang mengkaji tentang tema-tema hijrah di Banten seperti ; Ta’lim Cloud, Switch On, Tim Hijrah Akbar Banten, juga Komunitas Muslimah UIN Banten (KMUB). Secara umum tahapan pembentukan komunitas hijrah di Provinsi Banten diawali dari trend dan ketertarikan, kecocokan dan juga kebutuhan praktis dengan mengusung tema-tema yang dekat dengan kehidupan mereka seperti persoalan percintaan, jodoh, pekerjaan, patah hati dan kesepian serta kegalauan dan ketidak jelasan tentang masa depan. Membina kelompok muda yang “termarginalkan” baik secara sosial, kultual maupun structural seperti anak jalanan dan anak punk . Komunitas hijrah hadir sebagai ruang dan setting kaum muda dalam dakwah yang selama ini masih terabaikan. Gerakan dakwah media (media digital-media sosial) dengan suguhan tema-tema dakwah, gambar maupun caption menarik, simpel dan praktis seiring dengan kebutuhan kaum muda. Pola dakwah yang dilakukan secara Buttom-up ini juga menepis tradisi dakwah konvensional yang kerap dilakukan secara Top Down.
Transformasi Gerakan Dakwah Hijrah
Gerakan dakwah hijrah di Banten lahir dari fenomena nasional yang diikuti, kemudian dipraktekkan dan dilembagakan atas dasar pengalaman dan kebutuhan yang sama. Tidak hanya berhenti pada sekedar trend yang lambat laun dapat menghilang, komunita hijrah mengembangkan gerakan dakwahnya melalui pengembangan dan legalitas kelembagaan. Pengembangan kelembagaan dilakukan untuk memperteguh gerakan dakwah hijrah secara sistemik dengan kurikulum yang terstruktur. Beberapa komunitas hijrah telah bertransformasi mengembangkan sayapnya dan perluasan gerakan dakwahnya melalui Yayasan Lembaga Pendidikan seperti; Pesantren, Majelis Taklim dan rumah tahfizd. Komunitas Ta’lim Cloud misalnya melahirkan
Yayasan dan pondok pesantren Umdatul Islam di Serang (2020) yang juga dikelola oleh pegiat hijrah Ta’lim Cloud. Demikian juga Komunitas Hijrah Switch-On mengembangkan sayapnya dengan mendirikan Yayasan dan Pondok Pesantren Usamah bin Zaid di Anyer (2021). Transformasi kelembagaan dilakukan bukan hanya dapat memperkuat legalitas kelembagaan maupun pendanaan juga memperkuat pola pembinaan dan gerakan yang lebih sistemik dan terukur. Legalitas kelembagaan juga dapat memperkuat kepercayaan public, kepercayaan dan legitimasi merupakan modal dalam memperkuat otoritas ketokohan. Sebagaimana juga dalam otoritas tradisional lahir dari otoritas keilmuan yang diperkuat dengan adanya kelembagaan seperti pondok pesantren dan Madrasah yang semakin memperkuat legitimasi dan otoritas “ ketokohannya” (Volpi & Turner, 2007) ; (Hosen, 2019) .
Pola Gerakan Dakwah Hijrah di Banten
Inovasi Methode: Mediatisasi dan Komodifikasi
Gerakan dakwah komunitas hijrah tidak bisa dilepaskan dari peran penggunaan media baru secara massif dalam dakwah. Tradisi dakwah dalam komunitas hijrah menjadikan media sebagai sarana saluran bagi produksi ide dan konten-konten kreatif lainnya yang menarik dan praktis. Mediatisasi dakwah di satu sisi memperluas syiar Islam namun di sisi lain terjebak pada logika media yang juga memiliki sisi negatif, menjadikan agama tidak lagi dipikirkan tetapi dikonsumsi secara instan (Abdullah, 2017). Komunitas membangun jaringan keanggotaan berbasis pada media yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan forum-forum secara off line. Media menjadi saluran dan perekat jaringan bagi anggota dan komunitas yang kemudian eksis dan establish menjadi lembaga sampai saat ini.
Hijrah sebagai Perekat Emosi dan Misi Islam
Hijrah tidak semata menjadi komunitas namun juga menjadi identitas. Slogan yang sering digaungkan adalah “ tidak hijrah maka tidak gaul”. Deklarasi ini sekaligus mempertegas bahwa hijrah bukan hanya berubah menjadi lebih baik namun juga tetap gaul sesuai dengan ke khasan kaum millenial. Para pegiat hijrah umumnya merubah penampilan, aktifitas dan gaya hidup menjadi lebih Islami. Misi hijrah diterjemahkan dalam bentuk perubahan penampilan dan gaya bersbusana khususnya bagi Muslimah, dengan berpakaian dan beberapa di antranya juga berubah drastis dengan menggunakan cadar. Meminjam istilah Al-Korani hijrah sebagai proses pertobatan
(Alkorani, 2021). Hijrah juga diterjemahkan dengan menolak konsep pacaran yang dianggap bertentangan dengan Islam. Bahkan penolakan konsep ini telah menjelma menjadi sebuah gerakan, yaitu Gerakan Indonesia Tanpa Pacaran (GITP) (Sari et al., 2020). Mereka menggantinya dengan konsep Ta’aruf. Ta’aruf pada umumnya dilakukan dengan sesama pegiat hijrah atau yang satu frekwensi dengan misi hijrah.
Otorisasi, Agensi dan Kaderisasi
Pengembangan kelembagaan komunitas dengan legalitas sebagai Yayasan dan pondok pesantren maupun Rumah Tahfizd sebagaimana yang dikembangkan oleh pegiat hijrah sekaligus juga memperkuat otoritas para pembina melalui pengembangan komunitas menjadi lembaga. Otoritas terbentuk seiring dengan menguatnya legitimasi dan kepercayaan publik. Pengembangan kelembagaan menjadi pondok pesantren menjadi sarana yang efektif dalam mensosialisasikan gagasan, pemikiran dan mentransmisikan pengetahuan. Sekaligus juga wadah pembinaan dan kaderisasi pejuang hijrah dan juga agensi. Agen hijrah selain melalui wadah komunitas, pesantren/rumah tahfizd dan Majelis taklim juga sarana olahraga latihan (PPB), dunia pengobatan dan terapi, di antaranya bekam dan Ruqyah syar’I yang sekaligus juga dikaji dan dipraktekkan di kalangan komunitas hijrah.
Konvergensi yang Trendi dan Tradisi Nabi
Komunitas hijrah lahir dan besar melalui ruang media (media sosial) sebagai representasi kemoderenan atau kekinian. Di samping juga istilah yang digunakan dalam komunitas baik penamaan komunitas sendiri yang menggunakan bahasa Inggeris dan gaul menunjukkan mode khas millenial. Dakwah melalui pendekatan dalam perspektif kaum muda, seperti berbasis hoby memberikan ruang luas terhadap kegemaran kaum muda, seperti tongkrongan, olah raga dan seni sebagai fasilitas dan ekspresi di satu sisi dan juga sarana dakwah di sisi lain. Sembari menghidupkan tradisi Nabi dan pola hidup ala Nabi yang menjadi tema-tema kajian sekaligus juga dipratekkan sebagai gaya hidup di kalangan komunitas hijrah yang mereka istilahkan dengan sunnahan sebagai tradisi dalam mengikuti sunnah Nabi.
Refrense
Abdullah, I. A. I. (2017). DI BAWAH BAYANG-BAYANG MEDIA: Kodifikasi, Divergensi, Dan Kooptasi Agama Di Era Internet. Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan, 12(2), 116–121.
Alkorani, J. (2021). “Some kind of family”: Hijra between people and places. Contemporary Islam, 15(1), 17–33.
Hosen, N. (2019). Challenging Traditional Islamic Authority: The Impact of Social Media in Indonesia. Proceedings of International Conference on Da’wa and Communication, 1(1). https://doi.org/10.15642/icondac.v1i1.280
Sari, T. Y., Husein, F., & Noviani, R. (2020). Hijrah and Islamic Movement in Social Media: A Social Movement Study of Anti-Dating Movement# IndonesiaTanpaPacaran. DINIKA: Academic Journal of Islamic Studies, 5(1), 1–26.
Volpi, F., & Turner, B. S. (2007). Introduction: Making Islamic Authority Matter. In Theory, Culture & Society (Vol. 24, Issue 2). https://doi.org/10.1177/0263276407074992